Owner Clo kembali lagi
membawa ff yang super gaje :p mohon maaf bila banyak typo dan gak nyambung di
ff ini karena sungguh ini owner ngebut banget buatnya. No Bashing No Plagiator.
Just for fun :D #THANKS
Between You and The Other Me
Author : yumi a.k.a clodido
Main
cast : kwangmin Boyfriend/hayoung
Apink
Other
cast : temukan sendiri
Genre : school/teen romance/family
Lenght : 18-pg
“Youngmin, hari ini kau berangkat sekolah
bersama Kwangmin yah, bonceng dia, dia masih belum begitu sehat !”
“Aku
bisa mengendarai sepedahku sendiri bu!”
“Baiklah!
tapi kalian harus tetap bersama!”
“Baik
bu...!”
***
Dua anak lelaki dengan perawakan
jangkung dibandingkan dengan anak-anak seusianya, melajukan sepedah mereka bersamaan, yang satu
melajukan sepedahnya sambil bersiul dan bersenandung riang yang satunya lagi
hanya memasang wajah datar sambil mengayuh sepedanya santai.
“Kwang?
Kau sudah tidak apa-apa kan? Aku ada urusan di sekolah, aku pergi duluan yah!”
“Emmm!!!”
jawabnya tak bersemangat.
Tanpa basa-basi lagi, yang satu
langsung melajukan sepadanya kencang, menaiki dan menuruni tanjakan tanpa
mengurangi kecepatannya, sedangkan yang satunya lagi hanya menatap kepergian
saudaranya kosong.
Bruuuukkkk.
“Ah,
maafkan aku, aku terburu-buru!”
“Awww!”
Anak perempuan berpakaian seragam
yang sama dengan kedua anak lelaki itu tersungkur di tengah jalan. Ia hanya
meringis kesakitan sambil merutuki anak lelaki yang menabraknya dan seenaknya
pergi begitu saja tanpa menolongnya.
“Kau
tidak apa-apa?”
“Kau...?
Haaaah?” terlihat sekali diwajahnya kalau anak perempuan itu begitu kebingungan.
“Kenapa?” tanya anak lelaki itu datar sambil membantu
anak perempuan itu bangkit.
“Aku
tak sengaja melihatnya. Aku mewakilinya meminta maaf, maaf telah menabrakmu!”
“Emmmm???”
“Baiklah
kalau begitu, kau tidak apa-apa bukan? Aku pergi duluan!” anak lelaki itu
meninggalkan anak perempuan yang masih mematung tanpa reaksi ditempatnya.
***
“Piuuuh...haaahhhh!”
“Hayoung
kau kenapa? Wajahmu jelek sekali ditekuk seperti itu!”
“Tadi
dijalan aku ditabrak oleh seseorang yang tidak bertanggung jawab!”
“Siapa?”
“Aku
tak tahu, tapi dia memakai seragam yang sama dengan kita, kemudian tak lama
setelah itu ada orang yang berwajah sama menolongku!”
“Berwajah
sama? Tunggu, aku tak salah dengar? Kalau begitu kau beruntung Hayoung!”
“Haaah?
Beruntung apanya? Aku jatuh kesakitan ...!”
“Baiklah,
kalau begitu kau begitu sial, bukan sial karena kau jatuh tapi karena kau tak
mengenal mereka!”
“Memangnya
mereka siapa? Sampai aku harus sial karena tak mengenal mereka? Anak presiden?”
“Ya
ampun Hayoung selama setengah tahun ini kau kemana saja, dia lebih dari anak
presiden bagiku, biarku ceritakan. Mereka
adalah kakak kelas kita, cucu dari ketua yayasan sekolah, si kembar Youngmin
dan Kwangmin, mereka adalah kingka di sekolah kita, mereka tampan, tinggi, kaya
dan tentu saja terkenal. Jo Youngmin si kakak, dia adalah wakil ketua OSIS,
wajahnya tampan, murah senyum dan baik kepada siapa saja. Sedangkan Jo Kwangmin
si adik adalah kebalikannya, sifatnya dingin dan aneh. Mereka satu kelas, di
kelas 2-1, kelas paling favorit diangkatannya. Pasti tadi kau ditabrak oleh Jo
Kwangmin kan?”
“Aku
tak tahu, bagaimana membedakan si adik dan si kakak? Lagi pula, sudah tak aneh
aku belum tahu, aku kan jarang ikut bergosip seperti mu dan yang lain!”
“Waktu
MOS? Oooooh ia, kau kan tidak ikut MOS!”
“Nah
itu tahu kan, sudah ah Lian, aku tak peduli!”
“Tungguuu,
aku mau tahu siapa yang menabrakmu, apakah dia yang berambut hitam?”
“Emmmm?
Bukan, yang menabrakku warna rambutnya agak pirang, sedangkan yang menolongku berambut
hitam!”
“Haaaaah?
Aku tak percaya, masa Jo Kwangmin menolongmu? Dia kan aneh, dan jarang sekali
ada yang melihatnya tersenyum apalagi menolong orang!”
“Jo
Kwangmin?”
“Ia,
yang menolongmu berambut hitam bukan? Dia Jo Kwangmin, dan aku semakin tak
percaya kalau yang menabrakmu adalah Jo Youngmin!”
“Tapi
itu memang kenyataannya ...!”
Teng
...Tong... Teng. Bel masuk telah berbunyi. Semua siswa memulai kegiatan
belajarnya.
***
“Lian,
hari ini kau pulang bersama siapa?”
“Aku
dijemput kakak ku Hayoung, ada apa?”
“Emmmh
tidak, tadinya aku mau mengajakmu ke perpustakaan dulu, tapi ya sudahlah!”
“Maaf
ya Hayoung...!”
Anak
perempuan bernama Hayoung tersebut menyeret langkahnya berat menuju
perpustakaan yang lumayan agak jauh dari kelasnya, teman-teman dan kakak-kakak
kelasnya sudah perlahan menghilang satu demi satu dan mengosongkan sekolah.
Perasaan takut menyelimuti dirinya, ia segera berlari menuju perpustakaan. Masih dengan detak jantung yang belum
teratur ia memasuki perpustakaan,
dibukanya pintu perpustakaan yang begitu gelap baginya disiang hari seperti
ini.
“Selamat
siang!”
“Oh,
ia nak, silahkan masuk. Ada keperluan apa yah? Bisa saya bantu?” Ibu Hong, penjaga perpustakaan
mengejutkan Hayoung, ia tiba-tiba muncul dari bawah meja dengan rambut
acak-acakan dan kacamata miringnya.
“Hoooooh,
Ibu, Ibu mengejutkanku! Piuhhh... Aku mau meminjam buku Sejarah Revolusi Dunia
untuk pelajaran sejarah minggu depan!” Hayoung membuang nafas.
“Oh
baiklah, maaf Ibu mengejutkanmu, barusan kacamata Ibu jatuh, tunggu sebentar
yah!” Ibu Hong perlahan menghilang dipandangan Hayoung, sambil menelan ludah ia
memutarkan matanya berkeliling perpustakaan. Tak lama, Ibu Hong datang sambil
membawa buku yang Hayoung pinta.
“Ini
bukunya, tunggu biar ibu tuliskan nama mu terlebih dahulu. Siapa namamu?”
“Oh
Hayoung!”
“Ha..you...ng,
sepertinya kau anak terajin di kelasmu, biasanya anak-anak yang lain baru meminjam
buku satu hari sebelum pelajaran tersebut!”
“Tidak
juga bu, ini karena aku tidak ada pekerjaan di rumah, jadi apa salahnya membacanya
dari sekarang”
“Ia
kau benar... eemmm, wajahmu kenapa? Apa kau sakit?”
“Bukan,
aku hanya sedikit ketakutan, apakah perpustakaan kalau sudah pulang sekolah
seperti ini?”
“Haahaaa,
kau ini, kalau belum pulang sekolah juga tetap seperti ini kok, perpustakaan
ini jarang sekali ada yang mengunjungi, Ibu kesepian disini. Makannya kau
seringlah bermain ke sini yah? Ibu bosan, pelanggan perpustakaan ini hanya satu
dan cowok lagi. Tidak bisa diajak mengobrol!”
“Ehmmm,
bu aku sudah selesai, aku pulang dulu!” seorang anak lelaki mengejutkan mereka.
“Baiklah
Kwangmin, sampai jumpa besok!” gugup Ibu Hong, malu.
“Tuh
dia pelanggan setia perpustakaan ini!” pandangan Hayoung mengikuti punggung
anak lelaki barusan yang keluar dari rak buku perpustakaan.
“Emmm,
baiklah kalau begitu bu, terimakasih bukunya, kedepannya aku akan sering bermain
kesini!”
“Baiklah,
ibu tunggu janji mu, daaahhh!”
Hayoung bergegas pulang ke rumah. Ia
menuju parkiran sekolah, mengambil sepedah yang ia parkirkan disana. Agak tergores sedikit! keluhnya dalam
hati sambil mengelus-elus sepedahnya. Kranggg, sebuah suara berhasil membuatnya
menoleh. Dia si adik, Jo Kwangmin dan
sepedahnya, apa yang aneh yah dari dia? Menurutku biasa saja!.
***
“Aduuhhh,
hujan lagi. Aku tak membawa payung, teman-teman yang lain sudah pulang!” keluh
Hayoung.
“Hemmm,
aku harus menunggunya reda terlebuh dahulu. Mana sudah tidak ada orang lagi.
Aku ke perpustakaan saja kalau begitu!” ia melangkahkan kakinya ketempat yang
ia tuju.
“Hayoung,
kau mau meminjam buku?” tanya Ibu Hong reflek diikuti dengan senyum sesampainya
Hayoung di perpustakaan.
“Eemmm,
aku bingung harus kemana. Aku tak membawa payung, makannya aku menunggu
hujannya reda saja dulu, bolehkah aku menunggu disini?” malu-malu Hayoung.
“Oh
ia yah, kau membawa sepedah bukan?”
“Hari
ini sepedahku sedang diperbaiki jadi aku naik bus!”
“Oh
begitu, tapi maafkan Ibu Hayoung. Sebentar lagi perpustakaannya akan segera
ditutup. Ibu ada kepentingan, sebentar lagi suami ibu akan menjemput!”
“Oh,
ya sudah tidak apa-apa aku akan menunggu di depan saja kalau begitu!”
“Kwangmin
apa kau sudah selesai? kau dengar apa yang Ibu katakan barusan!”
“Mmm!”
“Nah
nak Hayoung, sebagai permintaan maafku biar Ibu pinjamkan payung untukmu.
Sebentar lagi suami Ibu tiba membawa payung. Kalau saja dia tidak menggunakan
motor aku pasti akan mengantarkanmu pulang!”
“Tapi
Hayoung, mau kau berbagi bersama Kwangmin? Dia baru sembuh dari sakit, jadi tak
boleh kehujanan!”
“Emmmh?”
“Kwangmin
ayo cepat kemari, perpustakaannya akan ditutup. Kau harus mau berbagi payung
bersama Hayoung yah, suami ibu hanya membawa satu!”
Tak lama setelah itu, suami Ibu Hong
tiba. Benar saja mereka langsung pergi. Kini tinggal Hayoung dan Kwangmin yang
ada di sekolah yang sangat luas itu.
“Kalau
kau mau pulang, duluan saja! Aku mau menunggu hujan reda!”
“Emmh?
tapi kata Ibu Hong aku harus berbagi payung bersama kakak, kakak kan baru
sembuh!”
“Tapi
aku mau pulang membawa sepedahku!”
“Ya
sudah aku juga akan menunggu hujannya reda kalau begitu!”
“Lalu
untuk apa payung itu?”
“Ini
sebagai ucapan terimakasihku karena kakak sudah menolongku tempo hari!”
“Hasyi...!!”
wajah Kwangmin memerah. Ia melihat jam ditangannya, terkejut dengan angka yang ditunjukan ia segera berlari menerobos
hujan. Hayoung yang terkejut disampingnya spontan mengikuti Kwangmin.
“Kak
tunggu!”
“Aisshh,
ayo naik. Aku sudah harus sampai dirumah!” Hayoung reflek mengiyakan. Mereka
pergi meninggalkan sekolah. Hayoung membuka payungnya dan memayungi mereka
berdua diatas sepeda. Selama perjalanan Kwangmin tak berkata apa-apa.
“Kak,
kenapa tak naik bus saja?”
“Sudah
aku bilang aku ingin membawa sepedahku!”
Hayoung
bingung apa yang harus ia lakukan. Disisi lain ia ingin diturunkan di halte bus,
tetapi disisi lain ia ingin melaksanakan pesan yang dititipkan oleh Ibu Hong
padanya tentang berbagi payung. Akhirnya ia hanya diam. Lumayan jauh perjalanan
mereka, sampai di suatu jalan.
“Ruamahmu
diamana?”
“Emmm,
apa? Ooohhh rumahku di blok 6 nomber 7 kak!” jawab Hayoung melihat jalan yang
sudah tak asing lagi baginya, seketika ia keheranan.
Kwangmin
melajukan sepedahnya ke alamat yang Hayoung sebut. Hingga akhirnya mereka
sampai.
“Terimakasih
kak, tapi bagaimana dengan payungnya, kau tidak boleh kehujanan?”
“Hujannya
sudah sedikit reda, lagian rumahku 4
blok dari sini. Jadi sudah dekat!” Hayoung hanya mengangguk mengiyakan.
Kwangmin pergi dan menghilang dari pandangan Hayoung.
***
“Ibu,
ini payung yang tempo hari, terimakasih atas pinjamannya!”
“Iya
sama-sama, ibu juga terimakasih padamu karena sudah mau berbagi bersama
Kwangmin!”
“Oh
ia, apa kau sudah tahu? Ibu memiliki hewan peliharaan baru disini!” goda Ibu
Hong.
“Waah
benarkah? Apa itu? Aku ingin melihatnya!” gembira Hayoung.
“Coba
kau lihat di belakang perpustakaan!” tanpa basa-basi lagi Hayoung berlari
menuju tempat yang Ibu Hong sebutkan, benar saja ada anak anjing disana, tetapi
dia bersama seseorang. Dari punggungnya, Hayong dapat mengenali siapa itu.
Hayoung mendekat dan orang itu membalikan wajahnya. Tersenyum, ya ia tersenyum.
Tapi hanya sekilas karena menyadari ada orang di depannya. Hayoung yang seperti
melihat pemandangan langka juga ikut tersenyum. Orang itu kembali dingin, ia
menyerahkan anak anjing yang sedang bermain bersamanya pada Hayoung.
***
“Asik
hari ini kelas kita kebagian olahraga bersama kelas kak Youngmin!” girang Lian.
Ia dan teman-teman sekelasnya sedang berada diruang ganti. Ya, kelas mereka
hari ini kebagian berolahraga bersama kelas tervaforit di kelas dua. Hayoung
menyunggingkan bibirnya, mengingat kejadian tadi pagi.
Teman-teman Hayoung begitu gembira.
Lian dan yang lainnya ikut bersorai melihat permainan basket anak-anak kelas
dua. Hayoung pun ikut bergabung tapi orang yang ia harapkan tidak ada disana.
Youngmin yang melihat Hayoung berpaling dan tidak seperti anak-anak perempuan
yang lainnya merasa sedikit tertarik. Hayoung berjalan mengelilingi sekolah.
Pelajaran olahraga kali ini hanya satu jam, yang satu jamnya lagi bebas. Sebenarnya ia ingin meliahat orang itu, tapi
ia tak menemukannya dimanapun.
Jam istirahat pun tiba, Hayoung dan
teman-temanya pergi ke kantin. Tak biasanya, kali ini Hayoung mau diajak
kesana. Biasanya ia menolak, karena sudah membawa bekal alasannya. Suasana di
kantin begitu ramai, terang saja disana ada Youngmin dan kelompoknya,
teman-teman Hayoung langsung mengerubuni kelompok itu. Berbeda dengan Hayoung,
ia duduk di salah satu meja kosong yang tersisa disana. Membeli minuman lalu
dengan nikmat meminumnya. Sampai pandangannya tertuju pada seseorang di
kelompok yang sedang dikerubuni itu, tepatnya disamping Youngmin.
***
Sudah lama ia tak melihat lagi pemandangan
langka itu. Meski bertemu tapi tetap saja pemandangan itu tak terukir
diwajahnya. Sebenarnya apa yang Hayoung rasakan, kenapa ia begitu tertarik
dengan senyum itu. Ia tak tahu. Ia hanyalah anak kelasa 1 SMP yang belum tahu
apa-apa.
Jam belajarpun telah selesai.
Semuanya meninggalkan kelas mereka masing-masing. Saat Hayoung dan teman-teman
sekolahnya keluar, betapa terkejutnya mereka berpapasan dengan Youngmin dan
kelompoknya. Youngmin begitu terkenal, semua orang mengidolakannya. Hayoung tak
tertarik dan malah memandangi sesosok Youngmin yang satunya lagi dibelakang
Youngmin yang sedang dikerubuni itu. Hayoung berjalan menuju parkiran sepedah,
ia melihat sepedah Kwangmin masih terparkir disana. Hayoung berfikir, mungkin
Kwangmin masih seperti biasanya pergi ke perpustakaan dulu. Ia mengurungkan
kembali niatnya untuk pulang, ia membetulkan kembali posisi sepedahnya dan
berlari menuju perpustakaan. Berharap bertemu dengan orang itu lagi.
“Selamat
siang bu!”
“Siang,
Oh! Hayoung, bagaimana ini...?” Ibu Hong sibuk berputar-putar perpustakaan.
“Ada
apa bu?” heran Hayoung melihat tingkah Ibu Hong yang seperti kebakaran pantat.
“Ginger,
anak anjing Ibu menghilang. Sekarang Kwangmin sedang mencoba mencarinya ke
hutan dibelakang perpustakaan, ibu sangat khawatir dari pagi ibu terus
mencarinya tapi belum ditemukan juga!”
“Hah?
Baiklah aku juga akan mencoba mencarinya bu!” Hayoung berlari menuju hutan
dibelakang perpustakaan itu. Ia ingin mencoba mencari anak anjing itu juga.
“Ginger!
Ginger!” teriak Hayoung. Ia berlari-lari mengelilingi hutan itu. Ceroboh, ia
jatuh tersandung akar pohon yang besar. Kakinya berdarah, Hayoung tak bisa
bangkit.
“Kau
sedang apa?”
“Kak?
Aku sedang mencari Ginger juga!” sebuah suara dibelakang Hayoung reflek
membuatnya terkejut.
“Ceroboh!”
ucap Kwangmin melihat kaki Hayoung.
“Ayo!”
Kwangmin berjongkok dan mengajak Hayoung untuk naik kepunggungnya.
“Hah?”
tak yakin Hayoung. Namun ia menurut dan naik ke punggung Kwangmin.
Mereka berjalan berkeliling kembali
tempat itu. Hayoung tentu saja masih ada dipunggung Kwangmin. Hayoung merasa
tak enak, tapi mau bagaiman lagi ia tak bisa berjalan. Tadi lukanya telah
Kwangmin tutup dengan saputangan miliknya. Meski tak berdarah tapi ia masih
kaku untuk berjalan.
“Kak,
maaf aku merepotkanmu!”
“Tidak
apa apa!” hening tak ada tanggapan.
“Hayoung...!”
masih hening tak ada tanggapan lagi.
“Emmmhh?
Ia kak ada apa?” jawab Hayoung.
“Jadi
pacarku!” ucap Kwangmin. Hening tak ada
jawaban, Hayoung masih terbatu dipunggung Kwangmin. Kwangmin melanjutkan
langkahnya pelan. Matahari mulai
tenggelam. Hayoung belum juga mengeluarkan kata-katanya.
“Baik,
tetapi jika kita menemukan Ginger!” akhirnya Hayoung membuka mulutnya, malu. Ia
membenamkan wajahnya dipunggung Kwangmin.
Kak aku malu, aku masih tak percaya
kau menembaku. Ayo Ginger kemarilah, kau harus kami
temukan.
Kwangmin
tak mengeluarkan kata-katanya. Dengan keringat yang bercucuran mereka masih
terus mencoba menemukan Ginger. Tak lama setelah itu, akhirnya Ginger datang pada
mereka.
“Kak,
itu Ginger!” gembira Hayoung. Kwangmin menjongkokan diri dan Ginger datang
kepelukan Hayoung. Mereka keluar dari hutan dan menyerahkan Ginger pada Ibu
Hong. Ibu Hong sangat gembira. Tetapi ia juga merasa bersalah.
“Kwangmin,
Hayoung, Ibu berterimakasih. Tapi gara-gara ibu, kau terluka Hayoung. Dan juga
kalian harus pulang malam. Ibu minta maaf!” Ibu Hong memeluk Ginger dan merasa
bersalah pada mereka. Hayoung masih di
punggung Kwangmin. Ia tak menurunkan Hayoung sejenakpun. Mereka mengambil tas
mereka dan menuju parkiran. Hayoung dibonceng oleh Kwangmin. Diperjalanan
mereka masih saling diam.
“Kak,
mana Handphone kakak?” akhirnya Hayoung memecah keheningan.
“Emmh,
untuk apa? Ada disaku!” jawab Kwangmin datar. Hayoung mengambil Handphone Kwangmin
dan mengetikan nomornya disana. Begitupun sebaliknya, ia mengetikan nomor
Kwangmin di Handphonenya. Hayoung sampai dirumah dengan selamat. Ia terlebih
dahulu berterimakasih dan melebarkan senyumnya pada Kwangmin. Tanpa diduga
Kwangmin membalas senyuman itu. Hayoung tak percaya itu. Ia dapat melihat
kembali senyuman yang selalu ingin ia lihat. Dan mungkin mulai saat ini ia akan
sering melihat senyum itu.
***
Pippppp.
Ada pesan masuk.
From : Hayoung
Malam
kak? Kakak sedang apa? Sekali lagi terimakasih ya ! ^^
Kwangmin
yang baru selesai mandi tersenyum mendapat pesan itu. Ia langsung membalasnya.
To
: Hayoung
Malam.
Aku baru saja selesai mandi. Kau sedang apa? Ini sudah malam. Jika sudah
selesai belajar, cepatlah tidur!
Hayoung
yang menerima balasan dari Kwangmin sama bahagianya.
To
: Kwangmin
Ia
baiklah kalau begitu. Selamat tidur^^
Tak
lupa Hayoung bubuhkan tanda Love dipesan itu. Kwangmin yang menerimanya hanya
tersenyum.
Kwangmin datang pagi-pagi sekali. Ia
sudah ada didepan pintu gerbang rumah Hayoung. Hayoung terkejut melihat
Kwangmin ada disana. Kwangmin tak menghiraukannya dan cepat-cepat menyuruh
Hayoung naik sepedahnya. Kwangmin melajukan sepedahnya santai.
“Sebelum
kakimu sembuh. Aku yang akan mengantar dan menjemputmu sekolah!” ucap Kwangmin.
Hayoung melebarkan senyumnya. Ia memegang perut Kwangmin. Kwangmin tersenyum.
Kedua anak remaja ini terlihat sangat bahagia. Namun sepertinya kata-kata
itu sampai kini belum pula terucap
langsung dari mulut mereka.
***
“Hayoung,
akhir-akhir ini aku sering melihatmu bersama Kak Kwangmin!”
“Perasaanmu
saja!” jawab Hayoung menyembunyikan senyumnya. Sebenarnya ia belum mau
memberitahukan pada teman-temannya kalau Hayoung dan Kwangmin memang sudah berpacaran
seminggu terakhir ini. Belum saatnya pikirnya. Dan juga ia masih belum percaya
kalau ia dan Kwangmin memang sudah menjadi sepasang kekasih.
Lian dan teman-teman sekelasnya yang
lain masih keheranan dengan hubungan mereka. Sejak Hayoung dan Kwangmin menjadi
sepasang kekasih, belum ada yang mengetahuinya. Semua diam, tak ribut dan belum
tahu tentang mereka. Mereka yang merupakan penggemar Kwangmin tidak berani
menanyakannya langsung, mereka hanya mengira-ngira dan melihat saja. Padahal Kwangmin dan
Hayoung bersikap biasa saja tanpa menutup-nutupinya.
“Hayoung,
teman-teman sekelas banyak yang membicarakanmu. Sebenarnya kau dan Kak Kwangmin
ada hubungan apa sih?” heran Lian di sela-sela belajar mereka.
“Hahhh...
menurutmu?” datar Hayoung.
“Menurutku
kalian ... HAAAAAAAAAAAHHH?” terkejut Lian. Hayoung hanya mengangguk.
Hari ini kelas Hayoung ada praktek
tataboga, mereka membuat masakan atau camilan-camilan. Hayoung begitu
bersemangat mengikuti pelajaran kali ini. Lian yang masih belum percaya, bahwa
Hayoung temannya yang ceria dan baik hati bisa menjalin hubungan dengan
Kwangmin si cuek dan si dingin. Setelah pelajaran selesai, Hayoung segera
membungkus hasil masakannya.
“Hayoung,
itu untuk siapa?” memastikan Lian, meski ia sudah mengira-ngira kalau itu untuk
dia...
“Menurutmu?”
Hayoung segera mengambil tasnya dan
bungkusan ditangannya. Ia tergesa-gesa menuju perpustakaan. Ia ingin segera
memberikan hasil masakannya pada Kwangmin dan Ibu Hong. Benar saja Kwangmin
sudah ada disana. Hayoung melangkahkan kakinya menuju Kwangmin ia juga mengajak
Ibu Hong untuk bergabung. Hayoung membuka bungkusannya dan memberikannya pada
Kwangmin dan Ibu Hong.
***
Hari ini Hayoung bersikeras mengajak
Kwangmin pergi bersama ke pameran tradisional yang tak jauh dari komplek
mereka. Kwangmin tak bisa melawan dan mengiyakan. Kwangmin pagi-pagi sekali
sudah bersiap-siap di depan gerbang rumah Hayoung dengan sepedanya. Hayoung
keluar dengan mengenakan baju yang sudah ia persiapkan semalam. Kwangmin
tersipu malu begitu melihat Hayoung dan langsung mengajak Hayoung pergi.
Mereka bermain di pameran itu
sepuasnya. Hayoung membawa bekal untuk makan siang mereka. Kwangmin tak henti
melepaskan senyumannya kepada Hayoung. Hayoung begitu bahagia dapat melihat
senyuman itu sepanjang hari. Ia tak ingin hari itu cepat berakhir, namun
tampaknya matahari tak bersahabat. Dia sudah menyembunyikan dirinya dibalik
malam. Kwangmin segera mengajak Hayoung untuk pulang. Hari ini tak sia-sia
karena mereka membawa oleh-oleh di hari yang menyenangkan itu. Sepasang gantungan
kunci yang sama dan hanya dijual satu-satunya di pameran itu dan banyak foto
mereka berdua yang mereka ambil di fotobox.
***
Hubungan
Hayoung dan Kwangmin sudah berjalan selama beberapa bulan terakhir ini, namun masih
banyak yang tak tahu tentang itu. Mungkin hanya Lian dan Ibu Hong. Mereka tidak
ingin menjadi pusat perhatian dan menajalaninya dengan biasa saja. Meski banyak
kecurigaan tapi kecurigaan-kecurigaan itu hilang kembali dengan sendirinya.
Kakak Kwangmin, Youngmin pun belum mengetahui tentang hal itu meski ia sempat
berfikir kenapa Kwangmin selama beberapa bulan terakhir ini selalu ingin
berangkat sekolah sendiri. Sampai malam itu datang dan akan merubah semuanya
...
“Kwangmin,
kau didalam?”
“Ia
kak!” Youngmin dengan tak semangat masuk ke kamar Kwangmin. Kwangmin yang
sedang membereskan beberapa barangnya sejenak diam.
“Haaahhh,
aku bosan sendirian. Aku capek sekali selama akhir-akhir ini mengurusi kegiatan
sekolah terus!” curhat Youngmin merebahkan diri di kasur Kwangmin.
“Itu
resikomu mau jadi wakil ketua osis kak!” datar Kwangmin masih membereskan
barang-barangnya.
“Oh
ia Kwang, aku ingin bercerita sesuatu kepadamu!”
“Heeemmm!”
jawab Kwangmin masih sibuk dengan barang-barangnya.
“Ini
pertama kalinya aku merasakan perasaan ini, aneh, tapi sepertinya aku tertarik
dengan seorang anak gadis!” Youngmin masih membaringkan tubuhnya di kasur
Kwangmin.
“Oh
ia, apa kau tau anak gadis yang aku tabrak dulu?” deg...deg... Kwangmin sejenak
menghentikan kegiatannya dan dengan tergesa-gesa menyembunyikan tumpukan foto
di bawah kasurnya semakin dalam ke bawah kasurnya.
“Sepertinya
aku menyukainya, dia berbeda dari anak-anak gadis yang lain. Tapi aku belum
berani menanyakan namanya dan mendekatinya!” semangat Youngmin dengan wajah
yang berseri-seri.
Kwangmin menelan ludahnya, ia diam
membatu. Apa yang harus Kwangmin lakukan sekarang. Berbagai pikiran merasuki
kepalanya. Rasanya ia ingin menghilang dari dunia ini sejenak saja. Kwangmin
masih diam.
“Kwang,
kau kenapa? Apa kau baik-baik saja?” khawatir Youngmin mendekati Kwangmin.
“Emmm,
ah ia kak aku baik-baik saja. Sepertinya aku sudah mulai mengantuk!” tersadar
Kwangmin mengalihakan pertanyaan. Youngmin yang melihat keadaan Kwangmin
bangkit dan keluar dari kamar Kwangmin.
“Ok,
baiklah cepat istirahat!” Youngmin menutup pintu kamar Kwangmin.
Kwangmin merebahkan dirinya di atas
kasur. Perang batin dan hati melanda dirinya. Sekarang apa yang harus di
lakukan, antara perasaan senang, marah, kecewa dan merasa bersalah berkecamuk
memenuhi hatinya. Disisi lain ia senang karena Youngmin tidak mengetahui hubungannya
dengan Hayoung, disisi lain ia marah karena Youngmin menyukai pacarnya, disisi
lain ia merasa bersalah karena baru mengetahui perasaan kakaknya sekarang,
disisi lain ia kecewa pada dirinya sendiri yang tidak peka terhadap perasaan
kembarannya. Jika ia sudah tahu dari awal mungkin ia akan menyimpan perasaannya
untuk Hayoung demi kakak yang ia sayangi dan selama ini selalu bersamanya.
Apakah ini takdir seorang kembar, apa-apa harus sama sampai-sampai menyukai
orang yang sama pula. Ia tak ingin menyakiti perasaan kakaknya. Tapi ia juga
tak ingin menyakiti perasaan Hayoung.
Kwangmin berangkat pagi-pagi sekali
ke sekolah. Ia tak berangkat bersama Hayoung ataupun kakaknya. Sesampainya di
kelas ia membatu di bangkunya, tak keluar ataupun berbicara dengan siapapun.
Semua pesan yang masuk tak dibacanya. Tak pergi ke perpustakaan sepulang
sekolah seperti biasanya, tak ikut ke kantin dengan kakaknya, ia menyibukan
diri dengan dirinya sendiri.
Hayoung yang menunggu Kwangmin dari
pagi akhirnya memutuskan untuk pergi ke sekolah sendiri dengan menaiki
sepedanya tergesa-gesa. Ia kesal namun ia juga khawatir takut Kwangmin sakit
lagi, sepulang sekolah nanti ia ingin mengunjungi kelas Kwangmin atau pergi ke
perpustakaan untuk memastikan keadaannya karena Kwangmin tak membalas pesannya
ataupun mengangkat panggilannya. Ada apa dengan Kwangmin pikirnya.
Hayoung kurang beruntung karena di
kelas Kwangmin ia sudah tak menemukan sosoknya, begitupun di perpustakaan dan
di parkiran sepeda. Ia berfikir untuk mengunjungi rumah Kwangmin, sempat
terlintas dipikirannya untuk menanyakan kepada Youngmin, namun ia urungkan
kembali. Ia ingat dulu Kwangmin pernah mengatakan kalau rumannya dan rumah
Kwangmin berbeda 4 blok.
Hayoung mengayuh sepedanya cepat,
sesampainya di blok itu, ia baru tersadar kalau ia tak tahu nomor rumahnya. Ia
sempat putus asa karena tak ada seorangpun yang lewat untuk ditanyainya. Ia
pulang ke rumah dengan hasil yang nihil, kecewa.
Malam itu, Kwangmin memberikan pesan
kepada Hayoung untuk bertemu di taman komplek. Dengan perasaan bahagia
sekaligus marah Hayoung memenuhi ajakan itu. Tepat saja disana Kwangmin sudah
menunggu dengan mengenakan jaket serba hitam di salah satu bangku di bawah
pohon cemara yang kering. Malam itu sangat dingin karena akan mendekati musim
salju.
Hayoung mempercepat langkahnya untuk
menghampiri Kwangmin. Ia duduk dan meneteskan air matanya.
“Kenapa
kakak menghilang begitu saja?” ucap Hayoung terbata-bata.
“Maafkan
aku... Hayoung ada yang ingin aku bicarakan!” datar Kwangmin tak seperti biasanya.
Ada apa ini Hayoung merasakan perasaan yang tak enak.
“Selama
ini aku belum pernah mengatakan kalau aku mencintaimu bukan? Detik ini aku
ingin kita mengakhiri hubungan ini!” deg... apa Hayoung salah dengar, ia
memandang wajah Kwangmin dengan penuh pertanyaan.
“Maafkan
aku. Aku pikir ini yang terbaik. Jangan benci aku. Semoga kau bisa menemukan
yang terbaik dariku. Sekali lagi aku mohon maaf. Aku mencintaimu Oh Hayoung!”
Kwangmin bangkit dan segera pergi dari Hayoung. Tak terasa air mata Hayoung keluar
semakin banyak. Ia hanya ingin kalau itu semua hanya mimpi. Banyak pertanyaan
yang ingin ia lonatarkan kepada Kwangmin. Namun sepertinya ia harus menelan itu
semua. Lama Hayoung masih tetap ditempatnya. Ia mengeringkan air matanya, berjalan
pergi dari tempat itu sambil berteriak “AKU JUGA MENCINTAIMU JO KAWANGMIN!”
Kwangmin yang masih ditempat itu
bersembunyi di salah satu pohon, sama dengan Hayoung menitihkan air matanya. Sejak
tadi ia masih memperhatikan Hayoung dan mendengar ucapan Hayoung. Kwangmin
bergegas pulang ke rumah setelah Hayoung pergi.
Di kamarnya ia sangat terkejut
mendapati Youngmin sedang melihat-lihat foto-fotonya yang bersama Hayoung.
Kwangmin segera mengeringkan matanya dan berlari merebut foto-foto itu dari
tangan Youngmin.
“Kenapa
aku tak tahu tentang hal ini?” datar Youngmin.
“.....”
Kwangmin tak menggubris pernyataan Youngmin.
“AKU
SUDAH TAHU SEMUANYA. KENAPA KAU TAK MENGATAKANNYA PADAKU...!”
“Sudah
kak, aku sudah tidak ada hubungan apa-apa lagi dengannya!” potong Kwangmin.
“Apa
maksudmu?” bingung Youngmin.
“....”
diam tetap diam.
“Apa
kau dan dia sudah...???? Kenapa kau selalu bersikap terburu-buru!” bentak
Youngmin, mengira-ngira hal yang tak ia inginkan terjadi.
“Kalau
aku mengetahui hubungan kalian mungkin aku tak akan mengataknnya padamu.
Setelah aku tahu, aku ingin kalian tetap menjalani hubungan itu. Aku hanya
kecewa kenapa aku tak tahu apa-apa!” Youngmin berubah rapuh, ia duduk di ujung
ranjang Kwangmin.
“Maksud
kakak?” kali ini Kwangmin kembali membuka mulutnya, keheranan.
“Sekarang
aku semakin kecewa kenapa kau terlalu cepat memutuskan suatu kesimpulan hah?
Ini semua salahku dan kenapa pula aku mengetahui awal semua ini buka darimu”
sesal Youngmin.
“Sudahlah
kak, ini keputusan terbaik yang sudah aku ambil. Kau tak perlu menyesalinya,
seharusnya aku yang menyesal karena tak mengetahui perasaanmu! Aku tahu kita
sama-sama sakit kak!”
“Ia.
Tapi kenapa kau secepat itu mengambil keputusan...!”
“Lagipula
jika aku lanjutkan, dan sekarang kakak sudah mengetahuinya. Semua tidak akan
berjalan dengan baik, aku tak bisa menjalani hubungan dengan orang yang di
sukai kakakku. Kakak akan semakin sakit dan akupun akan sakit pula!” potong
Kwangmin.
“Lebih
baik seperti ini, kita sekarang sudah sama-sama sakit dan ini harus untuk
pertama dan terakhir kalinya!” lanjut Kwangmin.
“Maafkan
kakak Kwang, kakak merasa sangat bersalah. Kita harus menjadikan ini sebuah
pelajaran!” sesal Youngmin.
“Baiklah,
kakak akan membuang perasaan ini. Kakak akan melupakan semuanya. Mulai sekarang
agar tak terjadi seperi ini lagi kita harus sama-sama terbuka dan mengetahui
masing-masing siapa yang kita sukai. Jika itu orang yang sama lagi kita harus
membuang perasaan itu jauh-jauh!” putus Youngmin masih dengan perasaan
bersalah. Kwangmin mengiyakan dan memeluk Youngmin, mereka sama-sama menangis.
“Hayoung
pasti sakit diputuskan sepihak olehmu!” sedih Youngmin.
“Aku
sudah minta maaf padanya, lagi pula ini yang terbaik. Aku tak mengatakan
alasannya kenapa aku memutuskannya tiba-tiba. Semoga ia memaafkanku dan aku,
kau dan dia bisa menjadi teman.” Diam.
“Kakak
tahu dari siapa tentang hal ini?” sekarang mereka sudah sedikit tenang.
“Lian
dan Ibu Hong. Aku masih sangat merasa bersalah...!”
***
Hari-hari setelah hari itu terlewati
dengan tanpa kesalahpahaman lagi diantara kembar Jo itu, mereka semakin terbuka
dengan segala hal. Sepertinya keinginan Kwangmin untuk berteman dengan Hayoung
harus ia buang jauh-jauh karena ia harus fokus untuk ujian akhir untuk memasuki
SMA bersama kakaknya ditambah Hayoung selalu menghindar dari mereka karena
merasa kecewa dan bersalah. Tetapi jika untuk tersenyum apabila berpapasan
sesekali Hayoung selalu melakukannya. Sikap Hayoung kepada mereka berdua
berjalan begitu saja seperti adik kelas ke kakak kelas, tak ada yang spesial.
Ibu Hong yang merupakan bibi Kembar Jo mengetahui kalau Kwangmin dan Hayoung
sudah putus. Ia kembali kesepian karena setelah itu mereka berdua sama-sama tak
mengunjunginya lagi.
The
End