Label

Rabu, 24 Juli 2013

[FF] Between You and The Other Me

Owner Clo kembali lagi membawa ff yang super gaje :p mohon maaf bila banyak typo dan gak nyambung di ff ini karena sungguh ini owner ngebut banget buatnya. No Bashing No Plagiator. Just for fun :D #THANKS 
Between You and The Other Me

Author             : yumi a.k.a clodido
Main cast         : kwangmin Boyfriend/hayoung Apink
Other cast        : temukan sendiri
Genre              : school/teen romance/family
Lenght             : 18-pg
 “Youngmin, hari ini kau berangkat sekolah bersama Kwangmin yah, bonceng dia, dia masih belum begitu sehat !”
“Aku bisa mengendarai sepedahku sendiri bu!”
“Baiklah! tapi kalian harus tetap bersama!”
“Baik bu...!”
***
            Dua anak lelaki dengan perawakan jangkung dibandingkan dengan anak-anak seusianya,  melajukan sepedah mereka bersamaan, yang satu melajukan sepedahnya sambil bersiul dan bersenandung riang yang satunya lagi hanya memasang wajah datar sambil mengayuh sepedanya santai.
“Kwang? Kau sudah tidak apa-apa kan? Aku ada urusan di sekolah, aku pergi duluan yah!”
“Emmm!!!” jawabnya tak bersemangat.
            Tanpa basa-basi lagi, yang satu langsung melajukan sepadanya kencang, menaiki dan menuruni tanjakan tanpa mengurangi kecepatannya, sedangkan yang satunya lagi hanya menatap kepergian saudaranya kosong.
Bruuuukkkk.
“Ah, maafkan aku, aku terburu-buru!”
“Awww!”
            Anak perempuan berpakaian seragam yang sama dengan kedua anak lelaki itu tersungkur di tengah jalan. Ia hanya meringis kesakitan sambil merutuki anak lelaki yang menabraknya dan seenaknya pergi begitu saja tanpa menolongnya.
“Kau tidak apa-apa?”
“Kau...? Haaaah?” terlihat sekali diwajahnya kalau anak perempuan itu begitu kebingungan.
“Kenapa?”  tanya anak lelaki itu datar sambil membantu anak perempuan itu bangkit.
“Aku tak sengaja melihatnya. Aku mewakilinya meminta maaf, maaf telah menabrakmu!”
“Emmmm???”
“Baiklah kalau begitu, kau tidak apa-apa bukan? Aku pergi duluan!” anak lelaki itu meninggalkan anak perempuan yang masih mematung tanpa reaksi ditempatnya.
***
“Piuuuh...haaahhhh!”
“Hayoung kau kenapa? Wajahmu jelek sekali ditekuk seperti itu!”
“Tadi dijalan aku ditabrak oleh seseorang yang tidak bertanggung jawab!”
“Siapa?”
“Aku tak tahu, tapi dia memakai seragam yang sama dengan kita, kemudian tak lama setelah itu ada orang yang berwajah sama menolongku!”
“Berwajah sama? Tunggu, aku tak salah dengar? Kalau begitu kau  beruntung Hayoung!”
“Haaah? Beruntung apanya? Aku jatuh kesakitan ...!”
“Baiklah, kalau begitu kau begitu sial, bukan sial karena kau jatuh tapi karena kau tak mengenal mereka!”
“Memangnya mereka siapa? Sampai aku harus sial karena tak mengenal mereka? Anak presiden?”
“Ya ampun Hayoung selama setengah tahun ini kau kemana saja, dia lebih dari anak presiden bagiku, biarku ceritakan.  Mereka adalah kakak kelas kita, cucu dari ketua yayasan sekolah, si kembar Youngmin dan Kwangmin, mereka adalah kingka di sekolah kita, mereka tampan, tinggi, kaya dan tentu saja terkenal. Jo Youngmin si kakak, dia adalah wakil ketua OSIS, wajahnya tampan, murah senyum dan baik kepada siapa saja. Sedangkan Jo Kwangmin si adik adalah kebalikannya, sifatnya dingin dan aneh. Mereka satu kelas, di kelas 2-1, kelas paling favorit diangkatannya. Pasti tadi kau ditabrak oleh Jo Kwangmin kan?”
“Aku tak tahu, bagaimana membedakan si adik dan si kakak? Lagi pula, sudah tak aneh aku belum tahu, aku kan jarang ikut bergosip seperti mu dan yang lain!”
“Waktu MOS? Oooooh ia, kau kan tidak ikut MOS!”
“Nah itu tahu kan, sudah ah Lian, aku tak peduli!”
“Tungguuu, aku mau tahu siapa yang menabrakmu, apakah dia yang berambut hitam?”
“Emmmm? Bukan, yang menabrakku warna rambutnya agak pirang, sedangkan yang menolongku berambut hitam!”
“Haaaaah? Aku tak percaya, masa Jo Kwangmin menolongmu? Dia kan aneh, dan jarang sekali ada yang melihatnya tersenyum apalagi menolong orang!”
“Jo Kwangmin?”
“Ia, yang menolongmu berambut hitam bukan? Dia Jo Kwangmin, dan aku semakin tak percaya kalau yang menabrakmu adalah Jo Youngmin!”
“Tapi itu memang kenyataannya ...!”
Teng ...Tong... Teng. Bel masuk telah berbunyi. Semua siswa memulai kegiatan belajarnya.
***
“Lian, hari ini kau pulang bersama siapa?”
“Aku dijemput kakak ku Hayoung, ada apa?”
“Emmmh tidak, tadinya aku mau mengajakmu ke perpustakaan dulu, tapi ya sudahlah!”
“Maaf ya Hayoung...!”
            Anak perempuan bernama Hayoung tersebut menyeret langkahnya berat menuju perpustakaan yang lumayan agak jauh dari kelasnya, teman-teman dan kakak-kakak kelasnya sudah perlahan menghilang satu demi satu dan mengosongkan sekolah. Perasaan takut menyelimuti dirinya, ia segera berlari menuju perpustakaan.  Masih dengan detak jantung yang belum teratur  ia memasuki perpustakaan, dibukanya pintu perpustakaan yang begitu gelap baginya disiang hari seperti ini.
“Selamat siang!”
“Oh, ia nak, silahkan masuk. Ada keperluan apa yah? Bisa  saya bantu?” Ibu Hong, penjaga perpustakaan mengejutkan Hayoung, ia tiba-tiba muncul dari bawah meja dengan rambut acak-acakan dan kacamata miringnya.
“Hoooooh, Ibu, Ibu mengejutkanku! Piuhhh... Aku mau meminjam buku Sejarah Revolusi Dunia untuk pelajaran sejarah minggu depan!” Hayoung membuang nafas.
“Oh baiklah, maaf Ibu mengejutkanmu, barusan kacamata Ibu jatuh, tunggu sebentar yah!” Ibu Hong perlahan menghilang dipandangan Hayoung, sambil menelan ludah ia memutarkan matanya berkeliling perpustakaan. Tak lama, Ibu Hong datang sambil membawa buku yang Hayoung pinta.
“Ini bukunya, tunggu biar ibu tuliskan nama mu terlebih dahulu. Siapa namamu?”
“Oh Hayoung!”
“Ha..you...ng, sepertinya kau anak terajin di kelasmu, biasanya anak-anak yang lain baru meminjam buku satu hari sebelum pelajaran tersebut!”
“Tidak juga bu, ini karena aku tidak ada pekerjaan di rumah, jadi apa salahnya membacanya dari sekarang”
“Ia kau benar... eemmm, wajahmu kenapa? Apa kau sakit?”
“Bukan, aku hanya sedikit ketakutan, apakah perpustakaan kalau sudah pulang sekolah seperti ini?”
“Haahaaa, kau ini, kalau belum pulang sekolah juga tetap seperti ini kok, perpustakaan ini jarang sekali ada yang mengunjungi, Ibu kesepian disini. Makannya kau seringlah bermain ke sini yah? Ibu bosan, pelanggan perpustakaan ini hanya satu dan cowok lagi. Tidak bisa diajak mengobrol!”
“Ehmmm, bu aku sudah selesai, aku pulang dulu!” seorang anak  lelaki mengejutkan mereka.
“Baiklah Kwangmin, sampai jumpa besok!” gugup Ibu Hong, malu.
“Tuh dia pelanggan setia perpustakaan ini!” pandangan Hayoung mengikuti punggung anak lelaki barusan yang keluar dari rak buku perpustakaan.
“Emmm, baiklah kalau begitu bu, terimakasih bukunya, kedepannya aku akan sering bermain kesini!”
“Baiklah, ibu tunggu janji mu, daaahhh!”
            Hayoung bergegas pulang ke rumah. Ia menuju parkiran sekolah, mengambil sepedah yang ia parkirkan disana. Agak tergores sedikit! keluhnya dalam hati sambil mengelus-elus sepedahnya. Kranggg, sebuah suara berhasil membuatnya menoleh. Dia si adik, Jo Kwangmin dan sepedahnya, apa yang aneh yah dari dia? Menurutku biasa saja!.
***
“Aduuhhh, hujan lagi. Aku tak membawa payung, teman-teman yang lain sudah pulang!” keluh Hayoung.
“Hemmm, aku harus menunggunya reda terlebuh dahulu. Mana sudah tidak ada orang lagi. Aku ke perpustakaan saja kalau begitu!” ia melangkahkan kakinya ketempat yang ia tuju.
“Hayoung, kau mau meminjam buku?” tanya Ibu Hong reflek diikuti dengan senyum sesampainya Hayoung di perpustakaan.
“Eemmm, aku bingung harus kemana. Aku tak membawa payung, makannya aku menunggu hujannya reda saja dulu, bolehkah aku menunggu disini?” malu-malu Hayoung.
“Oh ia yah, kau membawa sepedah bukan?”
“Hari ini sepedahku sedang diperbaiki jadi aku naik bus!”
“Oh begitu, tapi maafkan Ibu Hayoung. Sebentar lagi perpustakaannya akan segera ditutup. Ibu ada kepentingan, sebentar lagi suami ibu akan menjemput!”
“Oh, ya sudah tidak apa-apa aku akan menunggu di depan saja kalau begitu!”
“Kwangmin apa kau sudah selesai? kau dengar apa yang Ibu katakan barusan!”
“Mmm!”
“Nah nak Hayoung, sebagai permintaan maafku biar Ibu pinjamkan payung untukmu. Sebentar lagi suami Ibu tiba membawa payung. Kalau saja dia tidak menggunakan motor aku pasti akan mengantarkanmu pulang!”
“Tapi Hayoung, mau kau berbagi bersama Kwangmin? Dia baru sembuh dari sakit, jadi tak boleh kehujanan!”
“Emmmh?”
“Kwangmin ayo cepat kemari, perpustakaannya akan ditutup. Kau harus mau berbagi payung bersama Hayoung yah, suami ibu hanya membawa satu!”
            Tak lama setelah itu, suami Ibu Hong tiba. Benar saja mereka langsung pergi. Kini tinggal Hayoung dan Kwangmin yang ada di sekolah yang sangat luas itu.
“Kalau kau mau pulang, duluan saja! Aku mau menunggu hujan reda!”
“Emmh? tapi kata Ibu Hong aku harus berbagi payung bersama kakak, kakak kan baru sembuh!”
“Tapi aku mau pulang membawa sepedahku!”
“Ya sudah aku juga akan menunggu hujannya reda kalau begitu!”
“Lalu untuk apa payung itu?”
“Ini sebagai ucapan terimakasihku karena kakak sudah menolongku tempo hari!”
“Hasyi...!!” wajah Kwangmin memerah. Ia melihat jam ditangannya, terkejut dengan angka  yang ditunjukan ia segera berlari menerobos hujan. Hayoung yang terkejut disampingnya spontan mengikuti Kwangmin.
“Kak tunggu!”
“Aisshh, ayo naik. Aku sudah harus sampai dirumah!” Hayoung reflek mengiyakan. Mereka pergi meninggalkan sekolah. Hayoung membuka payungnya dan memayungi mereka berdua diatas sepeda. Selama perjalanan Kwangmin tak berkata apa-apa.
“Kak, kenapa tak naik bus saja?”
“Sudah aku bilang aku ingin membawa sepedahku!”
Hayoung bingung apa yang harus ia lakukan. Disisi lain ia ingin diturunkan di halte bus, tetapi disisi lain ia ingin melaksanakan pesan yang dititipkan oleh Ibu Hong padanya tentang berbagi payung. Akhirnya ia hanya diam. Lumayan jauh perjalanan mereka, sampai di suatu jalan.
“Ruamahmu diamana?”
“Emmm, apa? Ooohhh rumahku di blok 6 nomber 7 kak!” jawab Hayoung melihat jalan yang sudah tak asing lagi baginya, seketika ia keheranan.
            Kwangmin melajukan sepedahnya ke alamat yang Hayoung sebut. Hingga akhirnya mereka sampai.
“Terimakasih kak, tapi bagaimana dengan payungnya, kau tidak boleh kehujanan?”
“Hujannya sudah sedikit reda, lagian rumahku  4 blok dari sini. Jadi sudah dekat!” Hayoung hanya mengangguk mengiyakan. Kwangmin pergi dan menghilang dari pandangan Hayoung.
***
“Ibu, ini payung yang tempo hari, terimakasih atas pinjamannya!”
“Iya sama-sama, ibu juga terimakasih padamu karena sudah mau berbagi bersama Kwangmin!”
“Oh ia, apa kau sudah tahu? Ibu memiliki hewan peliharaan baru disini!” goda Ibu Hong.
“Waah benarkah? Apa itu? Aku ingin melihatnya!” gembira Hayoung.
“Coba kau lihat di belakang perpustakaan!” tanpa basa-basi lagi Hayoung berlari menuju tempat yang Ibu Hong sebutkan, benar saja ada anak anjing disana, tetapi dia bersama seseorang. Dari punggungnya, Hayong dapat mengenali siapa itu. Hayoung mendekat dan orang itu membalikan wajahnya. Tersenyum, ya ia tersenyum. Tapi hanya sekilas karena menyadari ada orang di depannya. Hayoung yang seperti melihat pemandangan langka juga ikut tersenyum. Orang itu kembali dingin, ia menyerahkan anak anjing yang sedang bermain bersamanya pada Hayoung.
***
“Asik hari ini kelas kita kebagian olahraga bersama kelas kak Youngmin!” girang Lian. Ia dan teman-teman sekelasnya sedang berada diruang ganti. Ya, kelas mereka hari ini kebagian berolahraga bersama kelas tervaforit di kelas dua. Hayoung menyunggingkan bibirnya, mengingat kejadian tadi pagi.
            Teman-teman Hayoung begitu gembira. Lian dan yang lainnya ikut bersorai melihat permainan basket anak-anak kelas dua. Hayoung pun ikut bergabung tapi orang yang ia harapkan tidak ada disana. Youngmin yang melihat Hayoung berpaling dan tidak seperti anak-anak perempuan yang lainnya merasa sedikit tertarik. Hayoung berjalan mengelilingi sekolah. Pelajaran olahraga kali ini hanya satu jam, yang satu jamnya lagi bebas.  Sebenarnya ia ingin meliahat orang itu, tapi ia tak menemukannya dimanapun.
            Jam istirahat pun tiba, Hayoung dan teman-temanya pergi ke kantin. Tak biasanya, kali ini Hayoung mau diajak kesana. Biasanya ia menolak, karena sudah membawa bekal alasannya. Suasana di kantin begitu ramai, terang saja disana ada Youngmin dan kelompoknya, teman-teman Hayoung langsung mengerubuni kelompok itu. Berbeda dengan Hayoung, ia duduk di salah satu meja kosong yang tersisa disana. Membeli minuman lalu dengan nikmat meminumnya. Sampai pandangannya tertuju pada seseorang di kelompok yang sedang dikerubuni itu, tepatnya disamping Youngmin.
***
            Sudah lama ia tak melihat lagi pemandangan langka itu. Meski bertemu tapi tetap saja pemandangan itu tak terukir diwajahnya. Sebenarnya apa yang Hayoung rasakan, kenapa ia begitu tertarik dengan senyum itu. Ia tak tahu. Ia hanyalah anak kelasa 1 SMP yang belum tahu apa-apa.
            Jam belajarpun telah selesai. Semuanya meninggalkan kelas mereka masing-masing. Saat Hayoung dan teman-teman sekolahnya keluar, betapa terkejutnya mereka berpapasan dengan Youngmin dan kelompoknya. Youngmin begitu terkenal, semua orang mengidolakannya. Hayoung tak tertarik dan malah memandangi sesosok Youngmin yang satunya lagi dibelakang Youngmin yang sedang dikerubuni itu. Hayoung berjalan menuju parkiran sepedah, ia melihat sepedah Kwangmin masih terparkir disana. Hayoung berfikir, mungkin Kwangmin masih seperti biasanya pergi ke perpustakaan dulu. Ia mengurungkan kembali niatnya untuk pulang, ia membetulkan kembali posisi sepedahnya dan berlari menuju perpustakaan. Berharap bertemu dengan orang itu lagi.
“Selamat siang bu!”
“Siang, Oh! Hayoung, bagaimana ini...?” Ibu Hong sibuk berputar-putar perpustakaan.
“Ada apa bu?” heran Hayoung melihat tingkah Ibu Hong yang seperti kebakaran pantat.
“Ginger, anak anjing Ibu menghilang. Sekarang Kwangmin sedang mencoba mencarinya ke hutan dibelakang perpustakaan, ibu sangat khawatir dari pagi ibu terus mencarinya tapi belum ditemukan juga!”
“Hah? Baiklah aku juga akan mencoba mencarinya bu!” Hayoung berlari menuju hutan dibelakang perpustakaan itu. Ia ingin mencoba mencari anak anjing itu juga.
“Ginger! Ginger!” teriak Hayoung. Ia berlari-lari mengelilingi hutan itu. Ceroboh, ia jatuh tersandung akar pohon yang besar. Kakinya berdarah, Hayoung tak bisa bangkit.
“Kau sedang apa?”
“Kak? Aku sedang mencari Ginger juga!” sebuah suara dibelakang Hayoung reflek membuatnya terkejut.
“Ceroboh!” ucap Kwangmin melihat kaki Hayoung.
“Ayo!” Kwangmin berjongkok dan mengajak Hayoung untuk naik kepunggungnya.
“Hah?” tak yakin Hayoung. Namun ia menurut dan naik ke punggung Kwangmin.
            Mereka berjalan berkeliling kembali tempat itu. Hayoung tentu saja masih ada dipunggung Kwangmin. Hayoung merasa tak enak, tapi mau bagaiman lagi ia tak bisa berjalan. Tadi lukanya telah Kwangmin tutup dengan saputangan miliknya. Meski tak berdarah tapi ia masih kaku untuk berjalan.
“Kak, maaf aku merepotkanmu!”
“Tidak apa apa!” hening tak ada tanggapan.
“Hayoung...!” masih hening tak ada tanggapan lagi.
“Emmmhh? Ia kak ada apa?” jawab Hayoung.
“Jadi pacarku!” ucap Kwangmin. Hening tak ada  jawaban, Hayoung masih terbatu dipunggung Kwangmin. Kwangmin melanjutkan langkahnya pelan.  Matahari mulai tenggelam. Hayoung belum juga mengeluarkan kata-katanya.
“Baik, tetapi jika kita menemukan Ginger!” akhirnya Hayoung membuka mulutnya, malu. Ia membenamkan wajahnya dipunggung Kwangmin.
Kak aku malu, aku masih tak percaya kau menembaku. Ayo Ginger kemarilah, kau harus kami temukan.
Kwangmin tak mengeluarkan kata-katanya. Dengan keringat yang bercucuran mereka masih terus mencoba menemukan Ginger. Tak lama setelah itu, akhirnya Ginger datang pada mereka.
“Kak, itu Ginger!” gembira Hayoung. Kwangmin menjongkokan diri dan Ginger datang kepelukan Hayoung. Mereka keluar dari hutan dan menyerahkan Ginger pada Ibu Hong. Ibu Hong sangat gembira. Tetapi ia juga merasa bersalah.
“Kwangmin, Hayoung, Ibu berterimakasih. Tapi gara-gara ibu, kau terluka Hayoung. Dan juga kalian harus pulang malam. Ibu minta maaf!” Ibu Hong memeluk Ginger dan merasa bersalah pada mereka.     Hayoung masih di punggung Kwangmin. Ia tak menurunkan Hayoung sejenakpun. Mereka mengambil tas mereka dan menuju parkiran. Hayoung dibonceng oleh Kwangmin. Diperjalanan mereka masih saling diam.
“Kak, mana Handphone kakak?” akhirnya Hayoung memecah keheningan.
“Emmh, untuk apa? Ada disaku!” jawab Kwangmin datar. Hayoung mengambil Handphone Kwangmin dan mengetikan nomornya disana. Begitupun sebaliknya, ia mengetikan nomor Kwangmin di Handphonenya. Hayoung sampai dirumah dengan selamat. Ia terlebih dahulu berterimakasih dan melebarkan senyumnya pada Kwangmin. Tanpa diduga Kwangmin membalas senyuman itu. Hayoung tak percaya itu. Ia dapat melihat kembali senyuman yang selalu ingin ia lihat. Dan mungkin mulai saat ini ia akan sering melihat senyum itu.
***
Pippppp. Ada pesan masuk.
From    : Hayoung
Malam kak? Kakak sedang apa? Sekali lagi terimakasih ya ! ^^
Kwangmin yang baru selesai mandi tersenyum mendapat pesan itu. Ia langsung membalasnya.
To        : Hayoung
Malam. Aku baru saja selesai mandi. Kau sedang apa? Ini sudah malam. Jika sudah selesai belajar, cepatlah tidur!
Hayoung yang menerima balasan dari Kwangmin sama bahagianya.
To        : Kwangmin
Ia baiklah kalau begitu. Selamat tidur^^
Tak lupa Hayoung bubuhkan tanda Love dipesan itu. Kwangmin yang menerimanya hanya tersenyum.
            Kwangmin datang pagi-pagi sekali. Ia sudah ada didepan pintu gerbang rumah Hayoung. Hayoung terkejut melihat Kwangmin ada disana. Kwangmin tak menghiraukannya dan cepat-cepat menyuruh Hayoung naik sepedahnya. Kwangmin melajukan sepedahnya santai.
“Sebelum kakimu sembuh. Aku yang akan mengantar dan menjemputmu sekolah!” ucap Kwangmin. Hayoung melebarkan senyumnya. Ia memegang perut Kwangmin. Kwangmin tersenyum. Kedua anak remaja ini terlihat sangat bahagia. Namun sepertinya kata-kata itu  sampai kini belum pula terucap langsung dari mulut mereka.
***
“Hayoung, akhir-akhir ini aku sering melihatmu bersama Kak Kwangmin!”
“Perasaanmu saja!” jawab Hayoung menyembunyikan senyumnya. Sebenarnya ia belum mau memberitahukan pada teman-temannya kalau Hayoung dan Kwangmin memang sudah berpacaran seminggu terakhir ini. Belum saatnya pikirnya. Dan juga ia masih belum percaya kalau ia dan Kwangmin memang sudah menjadi sepasang kekasih.
            Lian dan teman-teman sekelasnya yang lain masih keheranan dengan hubungan mereka. Sejak Hayoung dan Kwangmin menjadi sepasang kekasih, belum ada yang mengetahuinya. Semua diam, tak ribut dan belum tahu tentang mereka. Mereka yang merupakan penggemar Kwangmin tidak berani menanyakannya langsung, mereka hanya mengira-ngira  dan melihat saja. Padahal Kwangmin dan Hayoung bersikap biasa saja tanpa menutup-nutupinya.
“Hayoung, teman-teman sekelas banyak yang membicarakanmu. Sebenarnya kau dan Kak Kwangmin ada hubungan apa sih?” heran Lian di sela-sela belajar mereka.
“Hahhh... menurutmu?” datar Hayoung.
“Menurutku kalian ... HAAAAAAAAAAAHHH?” terkejut Lian. Hayoung hanya mengangguk.
            Hari ini kelas Hayoung ada praktek tataboga, mereka membuat masakan atau camilan-camilan. Hayoung begitu bersemangat mengikuti pelajaran kali ini. Lian yang masih belum percaya, bahwa Hayoung temannya yang ceria dan baik hati bisa menjalin hubungan dengan Kwangmin si cuek dan si dingin. Setelah pelajaran selesai, Hayoung segera membungkus hasil masakannya.
“Hayoung, itu untuk siapa?” memastikan Lian, meski ia sudah mengira-ngira kalau itu untuk dia...
“Menurutmu?”
            Hayoung segera mengambil tasnya dan bungkusan ditangannya. Ia tergesa-gesa menuju perpustakaan. Ia ingin segera memberikan hasil masakannya pada Kwangmin dan Ibu Hong. Benar saja Kwangmin sudah ada disana. Hayoung melangkahkan kakinya menuju Kwangmin ia juga mengajak Ibu Hong untuk bergabung. Hayoung membuka bungkusannya dan memberikannya pada Kwangmin dan Ibu Hong.
***
            Hari ini Hayoung bersikeras mengajak Kwangmin pergi bersama ke pameran tradisional yang tak jauh dari komplek mereka. Kwangmin tak bisa melawan dan mengiyakan. Kwangmin pagi-pagi sekali sudah bersiap-siap di depan gerbang rumah Hayoung dengan sepedanya. Hayoung keluar dengan mengenakan baju yang sudah ia persiapkan semalam. Kwangmin tersipu malu begitu melihat Hayoung dan langsung mengajak Hayoung pergi.
            Mereka bermain di pameran itu sepuasnya. Hayoung membawa bekal untuk makan siang mereka. Kwangmin tak henti melepaskan senyumannya kepada Hayoung. Hayoung begitu bahagia dapat melihat senyuman itu sepanjang hari. Ia tak ingin hari itu cepat berakhir, namun tampaknya matahari tak bersahabat. Dia sudah menyembunyikan dirinya dibalik malam. Kwangmin segera mengajak Hayoung untuk pulang. Hari ini tak sia-sia karena mereka membawa oleh-oleh di hari yang menyenangkan itu. Sepasang gantungan kunci yang sama dan hanya dijual satu-satunya di pameran itu dan banyak foto mereka berdua yang mereka ambil di fotobox.
***
            Hubungan Hayoung dan Kwangmin sudah berjalan selama beberapa bulan terakhir ini, namun masih banyak yang tak tahu tentang itu. Mungkin hanya Lian dan Ibu Hong. Mereka tidak ingin menjadi pusat perhatian dan menajalaninya dengan biasa saja. Meski banyak kecurigaan tapi kecurigaan-kecurigaan itu hilang kembali dengan sendirinya. Kakak Kwangmin, Youngmin pun belum mengetahui tentang hal itu meski ia sempat berfikir kenapa Kwangmin selama beberapa bulan terakhir ini selalu ingin berangkat sekolah sendiri. Sampai malam itu datang dan akan merubah semuanya ...
“Kwangmin, kau didalam?”
“Ia kak!” Youngmin dengan tak semangat masuk ke kamar Kwangmin. Kwangmin yang sedang membereskan beberapa barangnya sejenak diam.
“Haaahhh, aku bosan sendirian. Aku capek sekali selama akhir-akhir ini mengurusi kegiatan sekolah terus!” curhat Youngmin merebahkan diri di kasur Kwangmin.
“Itu resikomu mau jadi wakil ketua osis kak!” datar Kwangmin masih membereskan barang-barangnya.
“Oh ia Kwang, aku ingin bercerita sesuatu kepadamu!”
“Heeemmm!” jawab Kwangmin masih sibuk dengan barang-barangnya.
“Ini pertama kalinya aku merasakan perasaan ini, aneh, tapi sepertinya aku tertarik dengan seorang anak gadis!” Youngmin masih membaringkan tubuhnya di kasur Kwangmin.
“Oh ia, apa kau tau anak gadis yang aku tabrak dulu?” deg...deg... Kwangmin sejenak menghentikan kegiatannya dan dengan tergesa-gesa menyembunyikan tumpukan foto di bawah kasurnya semakin dalam ke bawah kasurnya.
“Sepertinya aku menyukainya, dia berbeda dari anak-anak gadis yang lain. Tapi aku belum berani menanyakan namanya dan mendekatinya!” semangat Youngmin dengan wajah yang berseri-seri.
            Kwangmin menelan ludahnya, ia diam membatu. Apa yang harus Kwangmin lakukan sekarang. Berbagai pikiran merasuki kepalanya. Rasanya ia ingin menghilang dari dunia ini sejenak saja. Kwangmin masih diam.
“Kwang, kau kenapa? Apa kau baik-baik saja?” khawatir Youngmin mendekati Kwangmin.
“Emmm, ah ia kak aku baik-baik saja. Sepertinya aku sudah mulai mengantuk!” tersadar Kwangmin mengalihakan pertanyaan. Youngmin yang melihat keadaan Kwangmin bangkit dan keluar dari kamar Kwangmin.
“Ok, baiklah cepat istirahat!” Youngmin menutup pintu kamar Kwangmin.
            Kwangmin merebahkan dirinya di atas kasur. Perang batin dan hati melanda dirinya. Sekarang apa yang harus di lakukan, antara perasaan senang, marah, kecewa dan merasa bersalah berkecamuk memenuhi hatinya. Disisi lain ia senang karena Youngmin tidak mengetahui hubungannya dengan Hayoung, disisi lain ia marah karena Youngmin menyukai pacarnya, disisi lain ia merasa bersalah karena baru mengetahui perasaan kakaknya sekarang, disisi lain ia kecewa pada dirinya sendiri yang tidak peka terhadap perasaan kembarannya. Jika ia sudah tahu dari awal mungkin ia akan menyimpan perasaannya untuk Hayoung demi kakak yang ia sayangi dan selama ini selalu bersamanya. Apakah ini takdir seorang kembar, apa-apa harus sama sampai-sampai menyukai orang yang sama pula. Ia tak ingin menyakiti perasaan kakaknya. Tapi ia juga tak ingin menyakiti perasaan Hayoung.
            Kwangmin berangkat pagi-pagi sekali ke sekolah. Ia tak berangkat bersama Hayoung ataupun kakaknya. Sesampainya di kelas ia membatu di bangkunya, tak keluar ataupun berbicara dengan siapapun. Semua pesan yang masuk tak dibacanya. Tak pergi ke perpustakaan sepulang sekolah seperti biasanya, tak ikut ke kantin dengan kakaknya, ia menyibukan diri dengan dirinya sendiri.
            Hayoung yang menunggu Kwangmin dari pagi akhirnya memutuskan untuk pergi ke sekolah sendiri dengan menaiki sepedanya tergesa-gesa. Ia kesal namun ia juga khawatir takut Kwangmin sakit lagi, sepulang sekolah nanti ia ingin mengunjungi kelas Kwangmin atau pergi ke perpustakaan untuk memastikan keadaannya karena Kwangmin tak membalas pesannya ataupun mengangkat panggilannya. Ada apa dengan Kwangmin pikirnya.
            Hayoung kurang beruntung karena di kelas Kwangmin ia sudah tak menemukan sosoknya, begitupun di perpustakaan dan di parkiran sepeda. Ia berfikir untuk mengunjungi rumah Kwangmin, sempat terlintas dipikirannya untuk menanyakan kepada Youngmin, namun ia urungkan kembali. Ia ingat dulu Kwangmin pernah mengatakan kalau rumannya dan rumah Kwangmin berbeda 4 blok.
            Hayoung mengayuh sepedanya cepat, sesampainya di blok itu, ia baru tersadar kalau ia tak tahu nomor rumahnya. Ia sempat putus asa karena tak ada seorangpun yang lewat untuk ditanyainya. Ia pulang ke rumah dengan hasil yang nihil, kecewa.
            Malam itu, Kwangmin memberikan pesan kepada Hayoung untuk bertemu di taman komplek. Dengan perasaan bahagia sekaligus marah Hayoung memenuhi ajakan itu. Tepat saja disana Kwangmin sudah menunggu dengan mengenakan jaket serba hitam di salah satu bangku di bawah pohon cemara yang kering. Malam itu sangat dingin karena akan mendekati musim salju.
            Hayoung mempercepat langkahnya untuk menghampiri Kwangmin. Ia duduk dan meneteskan air matanya.
“Kenapa kakak menghilang begitu saja?” ucap Hayoung terbata-bata.
“Maafkan aku... Hayoung ada yang ingin aku bicarakan!” datar Kwangmin tak seperti biasanya. Ada apa ini Hayoung merasakan perasaan yang tak enak.
“Selama ini aku belum pernah mengatakan kalau aku mencintaimu bukan? Detik ini aku ingin kita mengakhiri hubungan ini!” deg... apa Hayoung salah dengar, ia memandang wajah Kwangmin dengan penuh pertanyaan.
“Maafkan aku. Aku pikir ini yang terbaik. Jangan benci aku. Semoga kau bisa menemukan yang terbaik dariku. Sekali lagi aku mohon maaf. Aku mencintaimu Oh Hayoung!” Kwangmin bangkit dan segera pergi dari Hayoung. Tak terasa air mata Hayoung keluar semakin banyak. Ia hanya ingin kalau itu semua hanya mimpi. Banyak pertanyaan yang ingin ia lonatarkan kepada Kwangmin. Namun sepertinya ia harus menelan itu semua. Lama Hayoung masih tetap ditempatnya. Ia mengeringkan air matanya, berjalan pergi dari tempat itu sambil berteriak “AKU JUGA MENCINTAIMU JO KAWANGMIN!”
            Kwangmin yang masih ditempat itu bersembunyi di salah satu pohon, sama dengan Hayoung menitihkan air matanya. Sejak tadi ia masih memperhatikan Hayoung dan mendengar ucapan Hayoung. Kwangmin bergegas pulang ke rumah setelah Hayoung pergi.
            Di kamarnya ia sangat terkejut mendapati Youngmin sedang melihat-lihat foto-fotonya yang bersama Hayoung. Kwangmin segera mengeringkan matanya dan berlari merebut foto-foto itu dari tangan Youngmin.
“Kenapa aku tak tahu tentang hal ini?” datar Youngmin.
“.....” Kwangmin tak menggubris pernyataan Youngmin.
“AKU SUDAH TAHU SEMUANYA. KENAPA KAU TAK MENGATAKANNYA PADAKU...!”
“Sudah kak, aku sudah tidak ada hubungan apa-apa lagi dengannya!” potong Kwangmin.
“Apa maksudmu?” bingung Youngmin.
“....” diam tetap diam.
“Apa kau dan dia sudah...???? Kenapa kau selalu bersikap terburu-buru!” bentak Youngmin, mengira-ngira hal yang tak ia inginkan terjadi.
“Kalau aku mengetahui hubungan kalian mungkin aku tak akan mengataknnya padamu. Setelah aku tahu, aku ingin kalian tetap menjalani hubungan itu. Aku hanya kecewa kenapa aku tak tahu apa-apa!” Youngmin berubah rapuh, ia duduk di ujung ranjang Kwangmin.
“Maksud kakak?” kali ini Kwangmin kembali membuka mulutnya, keheranan.
“Sekarang aku semakin kecewa kenapa kau terlalu cepat memutuskan suatu kesimpulan hah? Ini semua salahku dan kenapa pula aku mengetahui awal semua ini buka darimu” sesal Youngmin.
“Sudahlah kak, ini keputusan terbaik yang sudah aku ambil. Kau tak perlu menyesalinya, seharusnya aku yang menyesal karena tak mengetahui perasaanmu! Aku tahu kita sama-sama sakit kak!”
“Ia. Tapi kenapa kau secepat itu mengambil keputusan...!”
“Lagipula jika aku lanjutkan, dan sekarang kakak sudah mengetahuinya. Semua tidak akan berjalan dengan baik, aku tak bisa menjalani hubungan dengan orang yang di sukai kakakku. Kakak akan semakin sakit dan akupun akan sakit pula!” potong Kwangmin.
“Lebih baik seperti ini, kita sekarang sudah sama-sama sakit dan ini harus untuk pertama dan terakhir kalinya!” lanjut Kwangmin.
“Maafkan kakak Kwang, kakak merasa sangat bersalah. Kita harus menjadikan ini sebuah pelajaran!” sesal Youngmin.
“Baiklah, kakak akan membuang perasaan ini. Kakak akan melupakan semuanya. Mulai sekarang agar tak terjadi seperi ini lagi kita harus sama-sama terbuka dan mengetahui masing-masing siapa yang kita sukai. Jika itu orang yang sama lagi kita harus membuang perasaan itu jauh-jauh!” putus Youngmin masih dengan perasaan bersalah. Kwangmin mengiyakan dan memeluk Youngmin, mereka sama-sama menangis.
“Hayoung pasti sakit diputuskan sepihak olehmu!” sedih Youngmin.
“Aku sudah minta maaf padanya, lagi pula ini yang terbaik. Aku tak mengatakan alasannya kenapa aku memutuskannya tiba-tiba. Semoga ia memaafkanku dan aku, kau dan dia bisa menjadi teman.” Diam.
“Kakak tahu dari siapa tentang hal ini?” sekarang mereka sudah sedikit tenang.
“Lian dan Ibu Hong. Aku masih sangat merasa bersalah...!”
***
            Hari-hari setelah hari itu terlewati dengan tanpa kesalahpahaman lagi diantara kembar Jo itu, mereka semakin terbuka dengan segala hal. Sepertinya keinginan Kwangmin untuk berteman dengan Hayoung harus ia buang jauh-jauh karena ia harus fokus untuk ujian akhir untuk memasuki SMA bersama kakaknya ditambah Hayoung selalu menghindar dari mereka karena merasa kecewa dan bersalah. Tetapi jika untuk tersenyum apabila berpapasan sesekali Hayoung selalu melakukannya. Sikap Hayoung kepada mereka berdua berjalan begitu saja seperti adik kelas ke kakak kelas, tak ada yang spesial. Ibu Hong yang merupakan bibi Kembar Jo mengetahui kalau Kwangmin dan Hayoung sudah putus. Ia kembali kesepian karena setelah itu mereka berdua sama-sama tak mengunjunginya lagi.
The End